CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Minggu, 25 November 2012

Date November 24, 2012 / Assignment I, for XI IPA 1


CONDITIONAL SENTENCES (PRESENT)
When you imagine a situation that is contrary to a present fact, you use a conditional sentence. In this case, use the following form:
MAIN CLAUSE
IF CLAUSE 
Would be + verb 1
Past form

Remember, the meaning is present, not past:
-          If I were you, I wouldn’t smoke.
Meaning : I’m not you; that’s why I don’t smoke.
-          Father would ask us to stop smoking if he were here.
Meaning : Of course father doesn’t ask us to stop smoking because he isn’t here.
-          If he didn’t have enough money, he couldn’t afford to go to a sanatorium to cure his lung cancer.
Meaning : Since he has enough money, he can afford to go to a sanatorium to cure his lung cancer.

Task!
Put the verb in the brackets into the correct forms.
  1. See, we are late. We (catch) the train if we (leave) earlier.
  2. What you (do) if you (have) a million dollars now?
  3. I miss him so much. If I (have) the chance to meet him, I (not; be) this desperate.
  4. We are lucky Reza is here now. If he (not; be) here, we (not; know) what to do.
  5. It’s too bad that it is raining. We (go) for a walk if it (not; rain)
  6. Look at the way she walks! She (be) able to walk faster if her shoes (not; have) such high heels.
  7. You are always tired. If you (not; go) to bed so late every night, you (not, be) tired all the time.
  8. Well, the new paint is quite good. But, it (make) a great difference to the room if he (paint) each wall a different color.
                                        
Rewrite the following sentences using the if construction.
  1. I am fat, that’s why I don’t look good in this style.
  2. This room is quite hot because it does not have an air conditioner.
  3. There are many accidents because people drive very fast.
  4. He doesn’t speak very clearly – that’s why people don’t understand him.
  5. You make so many mistakes because you don’t type slowly
  6. I always tell you – read the instructions carefully or you will answer the wrong questions.
  7. Well, if you want my advice, hmm. . . personally, I won’t go to mall.
  8. It’s too bad I don’t have much money – I can’t buy a new BMW
Answer the question. Use your wildest imagination.
How would your life be different if you. . .             
  1. Were a famous person
  2.  Were very rich?
  3.  Suffered from cancer?
  4. Were much more intelligent?
  5. Were 20 years older than now?
  6. Were the president of Indonesia?
  7. Were a lot better-looking?
  8. Had bad health?
  9. Were a doctor?
  10. Smoked a lot?

Jumat, 14 Oktober 2011

KETIKA WANITA MENANGIS. . .

Ketika wanita menangis,
Bukan berarti dia mengeluarkan senjata terampuhnya,
Tapi, justru dia sedang mengeluarkan senjata terakhirnya. . .

Ketika wanita menangis,
Bukan berarti dia tak berusaha menahannya,
Tapi, usahanya sudah tak kuat lagi membendung air matanya. . .

Ketika wanita menangis,
Bukan berarti dia ingin terlihat lemah,
Tapi, karena dia sudah tak mampu lagi berpura-pura kuat. . .

Rabu, 19 Januari 2011

Jumat, 14 Januari 2011

Rabu, 05 Januari 2011

ku cinta pada ciptaanmu...

Debaran ini
Tak bisa lagi ku cegah
Tiap ku lihat wajahmu
Ada desiran halus
Menyusup dalam kalbu

Apa arti semua ini
Ada rasa aneh dalam diriku
Terasa ada kerinduan yang menyayat
Terasa perih namun indah


Rasa apa ini
Ku coba pahami
Tiap sudut di hatiku
Dan disana ku temukan
Sebuah nama yang bila disebutkan
Hati ini bergetar

Ku pastikan bahwa ku cinta padamu
Dengan memandangi wajahmu
Ada siraman yang menyejukkan jiwa ku
Kini ku yakin bahwa ku...
Cinta pada citaanmu, Ya ALLAH

Senin, 08 Desember 2008

mutu pendidikan di indonesia

Diakui atau tidak, krisis multidimensional yang melanda negeri ini membuka mata kita terhadap mutu pendidikan manusia Indonesia. Pun dengan sumber daya manusia hasil pendidikan yang ada di negeri ini. Memang, penyebab krisis itu sendiri begitu kompleks. Namun tak dipungkiri bahwa penyebab utamanya adalah sumber daya manusia itu sendiri yang kurang bermutu. Jangan harap bicara soal profesionalisme, terkadang sikap manusia Indonesia yang paling merisaukan adalah seringnya bertindak tanpa moralitas.

Dalam sebuah penelitian, diuangkapkan bahwa produktivitas manusia Indonesia begitu rendah. Hal ini dikarenakan kurang percaya diri, kurang kompetitif, kurang kreatif dan sulit berprakarsa sendiri (=selfstarter, N Idrus CITD 1999). Tentunya, hal itu disebabkan oleh sistem pendidikan yang top down, dan yang tidak mengembangkan inovasi dan kreativitas.

Dalam sebuah seminar yang bertajuk “Seminar Nasional Kualitas Pendidikan dalam Membangung Kualitas Bangsa” salah satu pembicaranya yakni Drs Engkoswara, M.Pd., dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, menegaskan bahwa, memang dewasa ini, sepertinya pendidikan seakan mengalami kemajuan dengan pertumbuhan sarjana, pascasarjana hingga doktor di berbagai bidang dan munculnya gedung-gedung sekolah hingga perguruan tinggi yang cukup mewah. Sayangnya, hingga kini pendidikan tidak bisa diakses secara merata oleh penduduk Indonesia.

Seiring dengan itu, tokoh cendikiawan muslim, Nurcholis Madjid mengakui bahwa, di Amerika, Jepang dan negara-negara lain baik di Asia dan Eropa, perkembangan pendidikan hampir merata. Sebab, anggaran yang dialokasikan ke pendidikan besar dan berjalan lancar. Tentu saja, pendapat ini tidak begitu saja dilontarkan. Menurutnya, paling tidak 65% penduduk Indonesia berpendidikan SD, bahkan tidak tamat. Selain itu kualitas pendidikan di negara ini juga dinilai masih rendah bila dibandingkan dengan negara lain. Tak heran jika Indonesia hanya menempati urutan 102 dari 107 negara di dunia dan urutan 41 dari 47 negara di Asia.

Cak Nur –panggilan akrab sang profesor— menegaskan dalam laporan statistik, penyandang gelar doktor (S3) di Indonesia sangat rendah. Dari satu juta penduduknya, yang bergelar S3 (diraih secara prosedur) hanya 65 orang. Amerika dari satu juta penduduknya, 6.500 orang bergelar S3, Israel 16.500, Perancis 5000, German 4.000, India 1.300 orang. Semua itu hasil dari pendidikan yang bermutu. Bolehlah kita berkaca pada Korea Selatan. Negara ini memberikan prioritas untuk majukan pendidikan. Pengadaan sandang, pangan dan papan perlu tapi pembangunan pendidikan jangan sampai dianaktirikan. Kemajuan sebuah negara sangat ditentukan tingkat pendidikan sumber daya manusianya. Contoh lainnya, Malaysia yang pada tahun 1970-an, masih mengimpor tenaga pengajar dari Indonesia. Kini, pendidikan di Malaysia jauh di atas Indonesia. Mengapa? Pemerintahnya memberikan perhatian yang sangat serius. Tidak seperti di Indonesia, pendidikan kurang diperhatikan

Memang, tak dipungkiri kalau lulusan dari lembaga pendidikan di Indonesia kurang relevan dengan kebutuhan tenaga yang diperlukan, sehingga hasilnya kurang efektif dan mendorong terjadinya pengangguran intelektual. Permasalahan masih ditambah lagi dengan minimnya fasilitas pendidikan yang memadai.

Hal ini dipertegas lagi dengan pernyataan Rektor UPI, Prof Dr M Fakry Gaffar yang mengatakan bahwa universitas atau perguruan tinggi di Indonesia belum memiliki kemampuan untuk ”bertarung” dalam persaingan global. Karena itu, produk pendidikan negara ini masih kesulitan untuk bersaing dengan produk pendidikan negara lain. Namun, rendahnya kualitas itu tidak semata-mata karena sistem pendidikannya. Siswa atau mahasiswa Indonesia pun kurang memiliki upaya dan daya juang. Begitu pula dengan kurangnya akses masyarakat pada pendidikan itu sendiri. Bisa dibayangkan di negeri ini terdapat, 80 juta usia 6-24 tahun yang menuntut kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Namun sayang jumlah sebanyak itu belum tertampung.

Paling tidak, untuk mengatasi masalah ini, menurut Engkoswara ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama adalah revitalisasi budaya bangsa. Artinya bangsa ini harus kembali berpedoman kepada Pembukaan UUD 1945, bahwa pendidikan adalah upaya utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbudaya, yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki semangat juang yang tinggi dan memiliki kreativitas pribadi yang terpuji. Kedua, mengenai manajemen pendidikan. Sistem pendidikan nasional yang disempurnakan dan disahkan pada 2003, implementasinya harus dilakukan dengan manajemen atau pengelolaan yang proporsional dan profesional, baik di tingkat makro maupun di tingkat mikro.

Lebih pada pelaksanaanya, Fakry mengajukan delapan poin paradigma pendidikan yang baru yakni openess and flexibility in learning, integrasi pendidikan ke dalam setiap aspek kehidupan manusia, responsif terhadap perubahan, total learning, learning strategies, teacher-student roles in leraning, ICT (information and communication technology) in learning process serta learning content and learning outcome.

Dengan delapan poin itu, paling tidak akan menjadi dasar agenda pendidikan ke depan yakni, pembahasan kurikulum, pembaruan dalam proses pembelajaran, pembenahan manajemen pendidikan nasional, pembenahan pengelolaan guru dan mencari serta mengembangkan berbagai sumber alternatif pembiayaan pendidikan.

Tentu saja semua itu tak lepas dari anggaran biaya. Dalam hal ini, anggaran pendidikan kudu memadai dan harus diupayakan secara sungguh-sungguh agar anggaran pendidikan negeri ini sekurang-kurangnya mencapai 20% dari APBN ataupun APBD. Dan yang paling penting adalah, lembaga pendidikan sebaiknya bebas pajak. Bahkan bila perlu ada pajak untuk pendidikan.

Menyikapi hal ini, Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo dalam sebuah pidatonya di acara peringatan Hari Pendidikan Nasional menegaskan sesuai Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa Pemerintah berkewajiban memenuhi hak setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan, memberdayakan dan memberadabkan kehidupan bangsa sesuai amanat konstitusi dan Undang-undang Sisdiknas, dalam rangka mentransformasikan Indonesia menuju peradaban modern yang canggih, madani dan unggul.

Sebagai wujud nyatanya, pemerintah telah mengupayakan secara terus menerus perluasan dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan agar memenuhi kebutuhan pengembangan masyarakat, dan pembangunan kepemerintahan yang baik atau good governance. Hal ini dituangkan dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional, untuk kurun waktu 2004 – 2009. Renstra ini merupakan acuan bagi seluruh jajaran penyelenggara pendidikan, baik pemerintah pusat maupun daerah, serta masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pendidikan sampai dengan 2009.

Konon, rencana strategis ini disusun dengan mempertimbangkan aspek legalitas, aspek prioritas, aspek perimbangan kewenangan pusat dan daerah dan melalui proses identifikasi masalah terhadap kondisi nyata pendidikan dewasa ini, baik pusat maupun daerah, yang selanjutnya dirumuskan dalam prioritas kebijakan pembangunan untuk kurun waktu lima tahun ke depan.

Dan sudah 61 tahun merdeka, mampukah kualitas pendidikan dapat diandalkan? Jawabanya, kembali lagi, bahwa mutu pendidikan, Indonesia ketinggalan jauh, di banding dengan negara-negara tetangga. Tentu saja, merosotnya mutu pendidikan, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Selama ini dan cenderung masih berlangsung hingga sekarang, perhatian pemerintah untuk memajukan pendidikan kurang. Dan selagi pembangunan pendidikan ditempatkan diurutan ke sekian. Maka jangan berharap Indonesia mampu tampil di era globalisasi yang terus menggerus dunia ini.

Sabtu, 29 November 2008

mona lisa

Mona Lisa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas 
 
Mona Lisa

Mona Lisa, atau La Gioconda (La Joconde), adalah lukisan minyak di atas kayu poplar yang dibuat oleh Leonardo da Vinci pada abad ke-16. Lukisan ini sering dianggap sebagai salah satu lukisan paling terkenal di dunia dan hanya sedikit karya seni lain yang menjadi pusat perhatian, studi, mitologi, dan parodi. Lukisan ini dimiliki oleh pemerintah Perancis dan dipamerkan di Musée du Louvre di Paris.

Lukisan setengah badan ini menggambarkan lukisan wanita yang tatapannya menuju pengunjung dengan ekspresi yang sering dideskripsikan sebagai enigmatik atau misterius.

Nama atau judul lukisan Mona Lisa berasal dari biografi Giorgio Vasari tentang Leonardo da Vinci, yang terbit 31 tahun setelah ia meninggal dunia. Di dalam buku ini disebutkan bahwa wanita dalam lukisan ini adalah Lisa Gherardini, istri seorang pengusaha Firenze yang kaya bernama Francesco del Giocondo. Mona dalam bahasa Italia adalah singkatan untuk madonna yang artinya adalah "nyonyaku". Sehingga judul lukisan artinya adalah Nyonya Lisa. Dalam bahasa Italia biasanya judul lukisan ditulis sebagai Monna Lisa (dengan n ganda).

Lalu La Gioconda adalah bentuk feminin dari Giocondo. Kata giocondo dalam bahasa Italia artinya adalah "riang" dan la gioconda artinya adalah "wanita riang". Berkat senyum Mona Lisa yang misterius ini, frasa ini memiliki makna ganda. Begitu pula terjemahannya dalam bahasa Perancis; La Joconde.

Nama Mona Lisa dan La Gioconda atau La Joconde menjadi judul lukisan ini yang diterima secara luas semenjak abad ke-19. Sebelumnya lukisan ini disebut dengan berbagai nama seperti "Wanita dari Firenze" atau "Seorang wanita bangsawan dengan kerudung tipis"